Cara Brand-Brand Besar Kuasai Pangsa Pasar E-commerce
Blogs
– Sebuah artikel dari Vaibhav Dabhade, Founder dan CEO dari Anchanto
Saya sering ditanya tentang pandangan dan opini saya mengenai tahun 2024 dalam lanskap e-commerce global. Sebagai seseorang yang telah memantau industri ini sejak sebelum ia menjadi norma di seluruh dunia, saya menyebut tahun ini sebagai “Tahun Ujian Realitas” bagi e-commerce.
Hal ini karena masa pertumbuhan super cepat e-commerce di banyak pasar kini sudah usai. Berbagai ekosistem dan marketplace mulai mengalami konsolidasi setelah bertahun-tahun terfragmentasi. Bahkan, pendapatan pasar e-commerce diperkirakan mencapai US$4,1 triliun pada 2024, dan dengan laju pertumbuhan rata-rata 9,49% per tahun, angkanya akan menembus US$6,5 triliun pada 2029.
Jelas bahwa pasar kini memasuki fase “pertumbuhan yang dapat diprediksi.” Penetrasi e-commerce telah mencapai titik jenuh dengan variasi yang semakin terbatas, sementara lingkungan marketplace mulai menunjukkan tanda-tanda “kematangan awal.”

Sumber: Wthrift.com [2]

Sumber: Statista.com [3]
Semua ini memang terdengar positif, tetapi justru di sinilah ujian realitas menjadi tak terelakkan: pertumbuhan bisnis e-commerce bakal menjadi lebih menantang ke depan. Para pelaku usaha pun harus kembali meninjau cara mereka mengukur kesuksesan dan pertumbuhan.
Saat ini, banyak brand hanya mengandalkan Gross Merchandise Value (GMV) sebagai tolok ukur utama. Namun ke depannya, itu tidak lagi cukup—yang perlu menjadi fokus utama adalah pangsa pasar e-commerce. Sebelum membahas lebih jauh tentang hal itu, mari kita telaah dulu implikasi yang dibawa oleh konsolidasi pasar ini.
4 Implikasi Utama yang Mulai Terjadi
Seiring pasar e-commerce memasuki fase pertumbuhan yang lebih dapat diprediksi dan kematangan awal, beberapa implikasi signifikan mulai terlihat. Periode ini menandai pergeseran strategi bagi bisnis yang ingin mempertahankan dan memperluas pangsa pasar mereka. Berikut empat perubahan penting yang sedang kita saksikan:
- Berkurangnya Investasi dari Marketplace
Selama bertahun-tahun, hampir semua brand dan retailer menikmati beragam keuntungan dari insentif besar yang ditawarkan oleh marketplace—mulai promo 11.11, Black Friday, hingga Lunar New Year. Namun kini marketplace perlahan mengurangi subsidi untuk penjualan resmi mereka, sehingga brand kehilangan “bantuan ekstra” dalam menjual lebih banyak produk dan merebut pangsa pasar.
- Dampak Tren Penjualan Lebih Cepat akibat Perubahan Perilaku Konsumen
Dominasi generasi muda membuat perilaku dan ekspektasi konsumen berubah dengan sangat cepat. Bagi brand, laju perubahan ini krusial karena langsung berpengaruh pada penjualan dan pendapatan jika tidak diikuti. Oleh karena itu, kehadiran di e-commerce harus terus dioptimalkan dan dipantau. Kompleksitas ini semakin bertambah ketika volume dan variasi produk yang dikelola sangat besar.
- Tersedianya Data dengan Potensi Besar untuk Digali
Banyak brand telah berjualan online selama beberapa tahun, sehingga kini mereka memiliki akumulasi data historis yang kaya. Data ini menyimpan potensi besar untuk memahami pasar, meramalkan tren, dan meningkatkan performa. Hal yang sama berlaku bagi marketplace maupun penyedia teknologi—semua pihak dapat memanfaatkan data ini untuk inovasi dan optimasi.
- Meningkatnya Intensitas Persaingan
Meskipun pertumbuhan e-commerce mulai stabil, pasar ini terus menarik pemain baru—baik brand ambisius maupun retailer tradisional yang menunda masuk lebih dulu. Sayangnya, “kue” e-commerce tidak tumbuh secepat jumlah pesaing, sehingga persaingan semakin ketat dan menuntut strategi yang lebih tajam.
Saat saya sering berdiskusi dengan para pelaku industri, saya menyaksikan bagaimana para pemimpin brand—mulai Fortune 500 hingga Digitally Native Brands—menanggapi keempat implikasi ini dengan cara yang berbeda. Dari situ, saya sadar bahwa rahasia mereka untuk selalu selangkah lebih maju terletak pada pendekatan unik dalam mengelola strategi, inovasi, dan eksekusi operasional.
4 Strategi P Pemasaran yang Diikuti Brand Terkemuka
Brand terkemuka menerapkan empat strategi P khusus untuk mempertahankan keunggulan mereka. Mulai dari memahami seluk-beluk kinerja produk, mengoptimalkan harga, memaksimalkan promosi, hingga memastikan penempatan yang efektif, keempat strategi ini krusial untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga posisi terdepan di tengah persaingan.
Dengan mempelajari cara brand besar mengimplementasikan praktik-praktik ini, brand lain pun dapat memperoleh wawasan berharga untuk tumbuh di pasar yang cepat berubah.
Untuk memberi gambaran tentang strategi 4P yang diterapkan oleh brand-brand terkemuka, berikut beberapa temuan rinci:

Produk
P pada pertama menitikberatkan pada produk itu sendiri—bagaimana meningkatkan kualitas, personalisasi, dan ragam penawaran. Pemimpin pasar e-commerce juga sangat memperhatikan manajemen informasi produk dan kualitas katalog. Mereka menghitung “quality score” konten produk untuk melihat bagian mana yang perlu diperbaiki. Berbekal insight kata kunci yang relevan berdasarkan kategori, deskripsi, dan gambar produk, mereka menyempurnakan listing agar lebih menarik bagi pembeli sekaligus meningkatkan rasio konversi.
Tak hanya itu, brand unggulan melakukan analisis performa SKU—membedakan antara SKU yang berkinerja tinggi dan yang tertinggal. Begitu data tersedia, seluruh tim langsung bergerak mengeksekusi perbaikan, sehingga brand selalu lebih cepat merespons kebutuhan pasar dibanding pesaing.
Penetapan Harga
Penetapan harga bukan sekadar menambahkan margin di atas biaya pokok. Harga sebuah produk mencerminkan persepsi nilai dan kualitasnya, serta memengaruhi citra merek. Untuk menetapkan harga optimal, brand terkemuka rutin memantau tren harga di pasar dan menghindari perang diskon—karena perang harga dapat merusak reputasi, menurunkan loyalitas pelanggan, dan melemahkan kesehatan keuangan jangka panjang.
Sebaliknya, mereka menekankan value proposition dan diferensiasi—menawarkan sesuatu yang unik sehingga pelanggan bersedia membayar harga yang wajar. Dengan terus mengawasi tren harga, brand memastikan produk mereka tidak terlalu mahal (overpriced) atau terlalu murah (underpriced), sekaligus menjaga margin keuntungan dan kepercayaan konsumen.
Promosi
Promosi memegang peran penting dalam ritel online karena mampu meningkatkan kesadaran merek, visibilitas produk, dan akhirnya mendatangkan lebih banyak trafik ke toko online. Namun, pemimpin pasar—benar-benar—melangkah lebih jauh. Selain memantau efektivitas promosi mereka sendiri, mereka juga membandingkan strategi promosi dengan pesaing untuk memahami apa yang benar-benar mendorong penjualan dan sejauh mana upaya mereka sudah cukup untuk melindungi pangsa pasar.
Lebih dari sekadar benchmarking, brand besar juga bereksperimen dengan berbagai tipe promosi. Mereka melacak langsung dampak tiap promosi terhadap penjualan. Dengan menjalankan uji coba (A/B test) dan menganalisis hasilnya, mereka dapat menentukan kombinasi promosi yang paling efektif untuk tiap produk dan audiens di setiap kanal penjualan.
Penempatan
P terakhir dalam marketing mix adalah penempatan, yakni di mana sebuah brand menjual produknya. Tetapi para pemimpin pasar tidak hanya melihat angka GMV (Gross Merchandise Value) secara keseluruhan, melainkan dalam “konteks kategori” yang tepat.
Memperlakukan data yang sama dengan lensa kategori menghasilkan diskusi, strategi, dan aksi yang jauh berbeda. Sementara kebanyakan brand fokus pada pertumbuhan GMV dan volume order, top brand justru mengukur pertumbuhan kategori (atau share of search), pangsa pasar, serta selisih pertumbuhan dibanding pesaing. Dengan demikian, mereka dapat mengidentifikasi peluang kategori yang sedang naik daun dan menyesuaikan penempatan produk secara lebih cerdas.
Misalnya, “Brand A” melakukan analisis sederhana dan menyimpulkan: “Dalam sebulan, GMV kami tumbuh 18%, jadi pasar kami sedang berkembang.”
Namun, analisis lebih mendalam—dengan melihat konteks kategori dan membandingkan dengan pesaing—mengungkap fakta lain: meski pendapatan Brand A naik 18%, mereka justru kehilangan 4% pangsa kategori, sedangkan pesaing terdekat mereka mendekat hingga 35%. Lebih lanjut, minat baru pada kategori tersebut tumbuh 10%, namun justru pesaing yang berhasil menangkap sebagian besar pertumbuhan pasar.
Dengan pendekatan berbasis konteks inilah brand–brand terkemuka mendapatkan gambaran pasar yang sesungguhnya, sehingga dapat mengambil langkah strategis yang jauh lebih tepat.
Brand–brand pemimpin pasar mampu mencetak keunggulan besar hanya dengan melakukan keempat langkah di atas secara berbeda, menegaskan pentingnya kelincahan berbasis data dan inovasi untuk mempertahankan keunggulan kompetitif.
Saya selalu mengagumi bagaimana teknologi bisa meratakan lapangan permainan. Di dunia e-commerce, banyak contoh Digitally Native Brands (DNB) dan startup yang berhasil bersaing dengan perusahaan besar.
Jadi, meski kini kita berada di “Tahun Ujian Realitas,” dengan mendemokratisasi cara analisis data, memberdayakan keputusan lewat insight yang tepat, menerapkan strategi 4P yang terfokus, dan mengadopsi respons cepat ala agile, semua bisnis tidak hanya bisa mempertahankan, tetapi juga memperluas pangsa pasar mereka. Inilah salah satu hasil kunci yang telah Anchanto pionirkan di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Eropa.
Implement the Strategies of Leading Brands with the Right TechnologyReferensi –
[1] – Statista.com – eCommerce – Worldwide
[2] – Wethrift.com – E-commerce and Online Shopping Statistics in 2024
[3] – Statista.com – Retail e-commerce sales worldwide from 2014 to 2027